Keluhan Konsumen Properti: Bagaimana Developer "Menipu" Konsumen?

Tahukah Anda, sektor properti merupakan salah satu sektor yang paling banyak pengaduan dari konsumen. Data dari YLKI mengungkapkan, hingga saat ini sektor properti menduduki peringkat pertama untuk pengaduan konsumen.

Mengapa?

Wan prestasi! Ya kesalahannya apa yang disebut dengan wanprestasi pihak developer: spesifikasi yang tidak sesuai, sertifikasi yang bermasalah, atau fasilitas umum yang tidak dibangun.

Dan,

Tidak hanya konsumen perumahan sederhana, melainkan juga konsumen perumahan mewah banyak mengeluhkan hal tersebut.

Apa saja...

...Keluhan Konsumen Perumahan...


..yang paling sering terjadi? Ada baiknya Anda mengetahuinya. Saya sendiri secara pribadi pernah mengalami hal yang tidak "baik" dengan developer. Dan tidak hanya sekali...

Keluhan konsumen properti, tips membeli rumah, pengaduan konsumen
Pengaduan Konsumen Properti

Dan ternyata hal serupa dialami oleh banyak konsumen perumahan lainnya, yakni:


1. Ukuran Luas Tanah Tidak Sesuai Perjanjian

Masalah ini masuk ke dalam daftar YLKI sebagai bentuk keluhan konsumen properti yang cukup tinggi.

Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, perbedaan ukuran tanah ini terjadi dalam dua hal, yaitu:

  • Perbedaan ukuran dari perjanjian (PPJB)
  • Perbedaan ukuran tanah dalam sertifikat dengan yang real di lapangan
Saya mengalami hal yang pertama. Dan ini terjadi dua kali. 

Bagaimana hal tersebut menjadi keluhan konsumen?

Karena, biasanya pihak developer baru memberitahukan kesalahan pengukuran setelah terjadi akad jual beli dan uang konsumen sudah masuk ke kas mereka. 

Mereka mengatakan, "Ada kelebihan tanah yang harus dibayar?"

Setidaknya ada 3 wanprestasi developer/pengembang yang mereka lakukan.
  • Menyalahi Akta Jual Beli
  • Memberikan harga tanah secara sepihak
  • Membebankan biaya-biaya yang timbul kepada pihak konsumen, padahal itu kesalahan developer. 
Jika Anda bertanya, "Kan konsumen memiliki kekuatan hukum dengan adanya PPJB?" Hal itu tidak berlaku. Kenapa? Sebagai contoh...

Ketika saya mencoba mengkonsultasikan ke pihak notaris, Anda tahu, notaris tersebut sama sekali tidak memiliki itikad baik untuk membantu konsumen. 

Ia seolah-olah tidak mengerti hukum. Seluruh poin yang dibuat di PPAJB sama sekali tidak berguna. Seakan-akan kita tidak pernah membuat PPJB tersebut. Poin-poin yang tercantum dalam PPJB tidak berlaku, justru hal-hal yang diluar perjanjian yang mengikat kita. 

Bahkan...

Setiap kalimat bahkan kata-kata notaris persis sama dengan pihak developer yang intinya agar konsumen membayar beban transaksi. Padahal dalam AJB ada poin yang menyatakan, "...dan seluruh biaya yang timbul dari transaksi ditanggung oleh pihak penjual" alias developer. 

Intinya konsumen harus membayar sesuatu di luar perjanjian jual beli dan harus mengabaikan perjanjian tersebut. 

Hal tersebut memberi kesan adanya kerja sama apik antara developer dan notaris untuk mengakali konsumen. 

Kejadian tersebut membuat saya tidak lagi respect kepada pihak developer apalagi si notaris. 

Keluhan lainnya adalah perbedaan ukuran tanah dengan yang tercantum di sertifikat. Setelah konsumen melakukan pengukuran, ternyata luas tanahnya berbeda dari sertifikat. 


2. Pengembalian Uang Muka

Masih menurut data YLKI, pengaduan konsumen properti yang paling sering adalah pengembalian uang muka.

Sebaiknya sebelum Anda benar-benar memutuskan membeli rumah, pertimbangkan secara matang. Jangan sampai di kemudian hari membatalkannya.

Karena...

Anda akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan kembali uang muka yang telah Anda bayarkan. Memang tidak semua pengembang demikian. Namun banyaknya kasus ini perlu menjadi perhatian khusus.

Sebagian konsumen bahkan tidak mendapatkan sepeserpun uang muka ketika mereka batal membeli rumah. Padahal itu merupakan uang mereka dan hak mereka.


3. Kenaikan Harga Secara Sepihak

Ini pula yang paling dikeluhkan konsumen properti. Pihak developer menaikan harga secara sepihak. Lagi-lagi biasanya setelah terjadi akad jual beli dan konsumen sudah membayarkan uang muka.

Hal tersebut menjadi dilematis dan mungkin memang sengaja dibuat demikian.

Jika konsumen jadi membeli, artinya mereka harus membayar lebih tinggi daripada perjanjian terdahulu. Jika membatalkannya, uang muka yang sudah dibayarkan akan dipotong,

Mungkin konsumen hanya mendapatkan 85% atau 70% atau bahkan tidak bisa mengambil kembali uang muka tersebut.


4. Mutu Bangunan Di Bawah Standar

Poin inilah yang tidak dipahami konsumen karena konsumen sendiri tidak mengerti masalah konstruksi maupun material bangunan.

Saya sendiri pernah membatalkan niat membeli rumah karena ketika melihat bangunannya ternyata ada rumah yang retak menjadi dua dan ada pula yang dihancurkan karena memang rusak.

Padahal rumah-rumah tersebut belum lama dibangun. Lebih parah lagi karena perumahannya berlabel regency. Yang seharusnya kualitas bangunan menjadi perhatian khusus dari pihak developer.

Oleh karena itu bila Anda berniat membeli rumah, teliti kualitas bangunannya. Setidaknya berkonsultasi-lah kepada orang yang mengerti bangunan.


5. Fasilitas Umum Tidak Dibangun

Dibangunnya fasilitas umum merupakan hak kolektif konsumen properti. Akan tetapi ada developer yang tidak bertanggung jawab, yang pada akhirnya membebankan pembangunan fasos kepada konsumen.

Bagaimana cara developer lepas tanggung jawab?

Sejauh yang saya ketahui dari beberapa konsumen perumahan, biasanya mereka mengulur-ngulur waktu dalam membangun fasilitas umum.

"Akhirnya kami harus mengaspal jalan dengan cara swadaya," kata Nanang salah seorang konsumen properti di kota Cirebon.

Padahal jalan merupakan fasilitas yang mesti dibangun oleh developer. Alasan yang biasa dikemukakan pihak developer adalah ... "Nanti menunggu kalau penghuninya sudah mencapai sekian."

Atau, "Nanti bulan depan pasti dibangun..."

Atau, "Nanti saja kalau sudah dihuni semua untuk menghindari rusaknya jalan karena kendaraan pengangkut material.."

Itu hanya beberapa contoh alasan yang dikemukakan.


6. Keterlambatan Serah Terima Rumah

Beberapa waktu lalu, masalah keterlambatan serah terima rumah merupakan wanprestasi developer yang banyak diadukan oleh konsumen.

Masalah ini tidak hanya terjadi di perumahan kelas bawah. Namun merata di seluruh kelas, termasuk yang elit sekalipun.


7. Sertifikasi

Masalah ini sangat riskan, tetapi seringkali terjadi.

Pihak konsumen yang bahkan sudah melunasi pembayaran, tidak kunjung mendapatkan sertifikat. Padahal sertifikat merupakan kekuatan hukum yang menyatakan bahwa pemilik sah atas properti.

Percuma saja Anda memiliki rumah apabila tidak memiliki sertifikat atasnya.


8. Pemindahan Lokasi Secara Sepihak

Ya, hati-hati dengan hal ini. Dapat disebut sebagai pemindahan lokasi (kavling) secara sepihak terjadi dalam dua kondisi berikut ini:

  • Memindahkan kavling/lokasi dalam arti sebenarnya
  • Mengubah denah

Mengubah denah merujuk pada perubahan site plan. Sebagai contoh konsumen membeli rumah di lokasi hook, akan tetapi developer membangun rumah di samping rumah tersebut. Sehingga lokasinya tidak dapat disebut berada di hook


9. Penjualan Rumah Fiktif

Pada tahun 2007, penjualan rumah fiktif menduduki peringkat ketiga dalam daftar pengaduan konsumen properti. 

Penjualan rumah fiktif merupakan cara "kotor" untuk memberi kesan bahwa perumahan tersebut sudah diminati banyak pembeli. 

Sehingga konsumen tertarik membeli dengan asumsi perumahan tersebut sudah banyak penghuninya. Di kemudian hari mereka menyadari bahwa informasi penjualan tersebut merupakan cara developer agar Anda - konsumen - membeli. 


10. Materi Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB) Berat Sebelah

Faktanya...

Pembeli sama sekali tidak dilibatkan dalam pembuatan PPJB. Seluruh materi sebenarnya hanya menguntungkan pihak pengembang. 

Jika Anda berniat membeli rumah, Anda bisa membubuhkan poin yang Anda inginkan. 

Sebaiknya diawali dengan kata jika.. Misalnya, 

@Jika kualitas bangunan berbeda dari brosur, maka ..... (cantumkan apa yang Anda inginkan).

Karena biasanya ketika developer dituntut oleh konsumen dalam suatu hal, mereka berkilah bahwa hal tersebut tidak masuk dalam perjanjian. 


11. Penjualan Rumah Kepada Pihak Ketiga

Nah, ini pula yang memilukan hehehe... 

Pihak pengembang secara sepihak menjual rumah kepada pihak ketiga. Sebelumnya saya tidak pernah membayangkan adanya kasus seperti ini. 

Akan tetapi ternyata ada pula konsumen properti yang mengalaminya. Setelah dicek di YLKI, rupanya penjualan rumah kepada pihak ketiga juga masuk daftar pengaduan konsumen. 


12. Pembatalan Transaksi Secara Sepihak

Hal ini juga terjadi. Salah seorang teman pernah mengeluhkannya. Dimana pihak developer secara sepihak membatalkan transaksi.

Salah satu alasan mereka adalah seperti pada poin #3, yaitu adanya kenaikan harga. Namun apapun alasannya hal tersebut merupakan wanprestasi developer serta merugikan konsumen. 


Itulah 12 masalah tertinggi sesuai klasifikasi YLKI.

Secara garis besar terbagi menjadi dua:

  • Pengaduan hak-hak individu konsumen: mutu bangunan di bawah standar, ukuran tanah yang tidak sesuai, pelanggaran PPJB, perubahan perjanjian secara sepihak, dsb.
  • Pengaduan hak-hak kolektif: sertifikat tidak terbit, tidak dibangunnya fasilitas umum, kebenaran klaim informasi dalam brosur, masalah banjir, longsor...

Lalu ke mana melayangkan pengaduan jika Anda ingin...

Komplain Masalah Properti...?

Anda bisa melayangkannya ke...

  • Surat pembaca di koran lokal atau nasional
  • Dinas pemukiman dan pengembangan prasarana 
  • Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), lembaga ini ada di setiap Kabupaten.
  • Pengurus Real Estate Indonesia (REI)

Atau...

Anda bisa menuliskannya di internet. Dan menyebarkannya seandainya pihak developer tidak beritikad baik dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. 

Teman-teman saya yang ahli SEO (Search Engine Optimalization) biasanya menjadikan pihak developer "terkenal" melalui internet. Sehingga reputasi pihak pengembang diketahui oleh khalayak banyak, baik reputasi individunya maupun perusahaan. 

Beberapa perusahaan properti (developer) sudah merasakan imbas dari tulisan-tulisan yang dimuat di sosial media. Mungkin secara psikologis, sosial media seperti facebook memiliki dampak kuat.

Bisa juga langsung ke Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz di line 0811 - 9958 - 50. Ajukan keluhan Anda dan nama developernya. 

Sebelum menelepon, kirimkan SMS yang berisi Nama, Jabatan, Alamat Rumah. Pihak pemerintah akan mendata setiap developer yang mendapat pengaduan dari konsumen. 

Bagi Anda yang ingin membeli rumah dari pihak developer, berikut ini tips untuk mengurangi masalah yang telah dijelaskan.

Tips Membeli Rumah

Di bawah ini beberapa tips sebelum Anda membeli rumah. Silakan tambahkan sendiri bila Anda memiliki tips lainnya.

  1. Cek reputasi pengembang
  2. Cek kualitas bangunan mentah, apakah sesuai spesifikasi
  3. Bandingkan kualitas bangunan dengan spek di brosur. 
  4. Tanyakan kepada penghuni yang sudah ada: apa saja masalah yang mereka hadapi.
  5. Simpan selalu bukti pembayaran.
  6. Libatkan diri Anda dalam membuat surat perjanjian.
  7. Curigai sales yang mengumbar kata manis; dari pengalaman biasanya mereka yang berkata manis adalah orang yang tidak memegang komitmen. 
  8. Selalu buat perjanjian tertulis jika ada hal-hal yang disepakati di luar perjanjian yang sudah ada. 
  9. Kenali individu dari pihak pengembang.
  10. Bangun soliditas konsumen.
  11. Siapkan langkah-langkah tertentu jika pihak pengembang bergelagat tidak baik.
  12. Layangkan keluhan yang tidak ditanggapi di rubrik surat pembaca, sosial media (facebook, instagram, twitter, google plus, linked, blog).
Demikian data yang yang saya dapatkan dari YLKI. 

Bagaimana dengan Anda? Silakan berbagi pengalaman, baik mengenai keluhan, solusi, atau lainnya. 


photo credit: all-free-download.com

Iklannya Juga Keren

Terkait:

1 Tanggapan untuk "Keluhan Konsumen Properti: Bagaimana Developer "Menipu" Konsumen? "

  1. masukan yang menarik dan sangat bagus ,, trims

    ReplyDelete