27 Januari 2018

"Kisah Istri Sholehah…"


Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, ia berkata :

Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku takjub dan kagum dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah setahun pernikahan kami.

Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku telah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami (Asmaa') tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…
Kami senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah Sakit, dan ia tetap dalam kondisinya, tidak ada perubahan sama sekali. Setelah lima tahun berlalu, sebagian orang menyarankan kepadaku agar aku cerai darinya melalui pengadilan, karena suamiku telah mati otaknya, dan tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku tidak ingat lagi nama mereka- yaitu bolehnya aku cerai dari suamiku jika memang benar otaknya telah mati. Akan tetapi aku menolaknya, benar-benar aku menolak anjuran tersebut.

Aku tidak akan cerai darinya selama ia masih ada di atas muka bumi ini. Ia dikuburkan sebagaimana mayat-mayat yang lain atau mereka membiarkannya tetap menjadi suamiku hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki.

Akupun memfokuskan konsentrasiku untuk mentarbiyah putri kecilku. Aku memasukannya ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal al-Qur'an padahal umurnya kurang dari 10 tahun. Dan aku telah mengabarkannya tentang kondisi ayahnya yang sesungguhnya. Putriku terkadang menangis tatkala mengingat ayahnya, dan terkadang hanya diam membisu.

Putriku adalah seorang yang taat beragama, ia senantiasa sholat pada waktunya, ia sholat di penghujung malam padahal sejak umurnya belum 7 tahun. Aku memuji Allah yang telah memberi taufiq kepadaku dalam mentarbiyah putriku, demikian juga neneknya yang sangat sayang dan dekat dengannya, demikian juga kakeknya rahimahullah.

Putriku pergi bersamaku untuk menjenguk ayahnya, ia meruqyah ayahnya, dan juga bersedekah untuk kesembuhan ayahnya.
Pada suatu hari di tahun 1410 H, putriku berkata kepadaku : Ummi biarkanlah aku malam ini tidur bersama ayahku...
Setelah keraguan menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya.

Putriku bercerita :

Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai. Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-akan ada ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu aku berwudhu dan sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-.

Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih di tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku, "Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah) terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya doa, Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu ini??"

Akupun bangun…seakan-akan aku mengingat sesuatu yang terlupakan…lalu akupun mengangkat kedua tanganku (untuk berdoa), dan aku memandangi ayahku –sementara kedua mataku berlinang air mata-. Aku berkata dalam do'aku, "Yaa Robku, Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa 'Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir (Yang Maha Besar)…, Yaa Mut'aal (Yang Maha Tinggi)…, Yaa Rohmaan (Yang Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kemi beriman dengan keputusan dan ketetapanMu baginya…

Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah kehendakMu dan kasih sayangMu.., Wahai Engkau yang telah menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah mengembalikan nabi Musa kepada ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari perut ikan paus, Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya…

Ya Allah…sesungguhnya mereka telah menyangka bahwasanya ia tidak mungkin lagi sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan dan keagungan, sayangilah ayahku, angkatlah penderitaannya…"

Lalu rasa kantukpun menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh.

Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., "Siapa engkau?, apa yang kau lakukan di sini?". Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku menengok ke kanan dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu aku kembali lagi melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara tersebut adalah ayahku…

Maka akupun tak kuasa menahan diriku, lalu akupun bangun dan memeluknya karena gembira dan bahagia…, sementara ayahku berusaha menjauhkan aku darinya dan beristighfar. Ia barkata, "Ittaqillah…(Takutlah engkau kepada Allah….), engkau tidak halal bagiku…!". Maka aku berkata kepadanya, "Aku ini putrimu Asmaa'". Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar untuk segera mengabarkan para dokter. Merekapun segera datang, tatkala mereka melihat apa yang terjadi merekapun keheranan.

Salah seorang dokter Amerika berkata –dengan bahasa Arab yang tidak fasih- : "Subhaanallahu…". Dokter yang lain dari Mesir berkata, "Maha suci Allah Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah kering…". Sementara ayahku tidak mengetahui apa yang telah terjadi, hingga akhirnya kami mengabarkan kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, اللهُ خُيْرًا حًافِظًا وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ Sungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan Dialah yang Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang kuingat sebelum kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku berniat untuk berhenti melaksanakan sholat dhuha, aku tidak tahu apakah aku jadi mengerjakan sholat duha atau tidak..??

          Sang istri berkata : Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya kembali lagi bagi kami sebagaimana biasnya yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. Maha suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…

Maka janganlah sekali-kali kalian meninggalkan do'a…, sesungguhnya tidak ada yang menolak qodoo' kecuali do'a…barang siapa yang menjaga syari'at Allah maka Allah akan menjaganya.

Jangan lupa juga untuk berbakti kepada kedua orang tua… dan hendaknya kita ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala sesuatu…di tanganNya lah segala taqdir, tidak ada seorangpun selainNya yang ikut mengatur…

Ini adalah kisahku sebagai 'ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan kisah ini bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah tertutup, dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan pintu-pintu keselamatan telah tertutup…

Maka ketuklah pintu langit dengan do'a, dan yakinlah dengan pengabulan Allah….
Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil 'Aaalamiin (SELESAI…)

          Janganlah pernah putus asa…jika Tuhanmu adalah Allah…
          Cukup ketuklah pintunya dengan doamu yang tulus…
          Hiaslah do'amu dengan berhusnudzon kepada Allah Yang Maha Suci
          Lalu yakinlah dengan pertolongan yang dekat dariNya…

(sumber : http://www.muslm.org/vb/archive/index.php/t-416953.html , Diterjemahkan oleh Firanda Andirja)

Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 19-11-1434 H / 25 September 2013 M
www.firanda.com

08 Oktober 2014

Pendapat Imam-Imam Mazhab Mengenai Ittiba' Rasulullah Dan Menjauhi Taqlid Buta

Oleh:  ?



"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik., (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kesenangan) hari akhirat dan dia banyak menyebut Allah." (Al-Ahzab:21)

Ibn Katsir rahimahullah berkata: "Ayat ini merupakan asas pokok lagi agung dalam bersuri teladan kepada Rasulullah saw dalam segala ucapan, perbuatan dan hal ehwalnya…"(Tafsir Ibnu Katsir, 3/475).

Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan : "Ayat ini memberi pengertian bahawa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam adalah panutan kita dan suri teladan bagi kita dalam segala urusan agama…" (Al-Hadits Al-Hujjatun bi Nafsihi, ms. 35)

Dari sini kita dapat pelajari mengikuti Nabi sallallahu 'alaihi wasallam dari segala aspek peribadatan mahu pun i'tiqad kepercayaan (aqidah) adalah mengikuti Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam selaku rasul yang mendapat wahyu dari Allah subhanahu wa Ta'ala. Dan ini dikuatkan dengan dalil-dalil dari firman Allah yang lain,

"
Barangsiapa yang menta’ati Rasul berarti dia menta’ati Allah.. " (An-Nisa’:80)

"
Barangsiapa yang ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya Allah akan memasukkannya ke dalam Syurga…" (An-Nisa’:13)

"Dan tidaklah ia (rasul) berkata-kata dari hawa nafsunya melainkan wahyu yang disampaikan Allah kepadanya." (An-Najm:4)

Sabda Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim, no: 1718).

Dalam kita mengikuti (ittiba') Rasulullah, hendaklah pula kita menjauhi amalan ikut-ikutan tanpa mengetahui dalil (taqlid). Abu Abdillah bin Khuwaizi Mandad menyatakan : "Setiap orang yang engkau ikut tanpa dalil dan hujjah maka engkau adalah muqallidnya (orang yang taqlid)". (Al-‘Alamul Muwaqqi’in hal.137).

Ini selari dengan firman Allah: "Ta’atlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (As-Sunnah), barangsiapa yang berpaling (dari keduanya) maka sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang kafir." (Al-Imran : 32)

Berikut kata-kata yang kami nukilkan daripada Imam-imam mazhab yang terkenal mengenai anjuran mengikuti (ittiba') Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dan menjauhi amalan taqlid (ikut-ikutan) sebagai pedoman bersama:

1. Imam Hanafi (Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit)

"
Apabila hadis itu sahih maka itu adalah mazhabku" (Rujuk Al-Hasyiyah karya Ibnu Abidin Juz 1/63, juga dalam risalah Rasmul Mufti Juz 1/4.)

"
Tidaklah dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang kepada perkataanku, selagi ia tidak tahu dari mana aku mengambilnya." (Ibnu Abdilbar dalam kitab Al-intiqa’u fi Fadha-ilist Tsalatsatil ‘A-immatil Fuqaha’i ms.145, dan Ibnul Qayyim dalam I’lamul Muwaqqi’in, 2/309 dan Ibnu Abidin dalam Al-Hasyiyah).

Dalam riwayat lain dikatakan : "Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk berfatwa dengan perkataanku." Atau riwayat lain lagi : "Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan membetulkannya di esok hari."


Beliau berkata kepada Abu Yusuf : "Kasihan engkau wahai Ya’qub (Abu Yusuf) jangan engkau tulis setiap apa yang dari padaku. Kerana kadangkala aku memang berpendapat dengan suatu pendapat pada hari ini, dan kadang kala aku berpendapat lain pada esok lusa, bahkan aku meninggalkannya pada esok lusa." (Al-Mizan 1/6. Abu Hanifah adalah seorang ulama yang sering menetapkan sesuatu hukum dengan qiyas kepada suatu ketentuan yang belum ditemuinya pada Kitabullah atau Sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Para pengikut hanafi penghafal hadis yang sering melakukan perjalanan jauh dari negeri-negeri dan pelabuhan-pelabuhan setelah berjaya menemui hadis, nescaya Imam Hanafi mengambilnya dari mereka dan membuang qiyas yang pernah ia fatwakan.)

"
Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan Kitabullah atau khabar Rasulullah, maka tinggalkanlah perkataanku." (Al-Fulani dalam Al-Iqazh ms.50 yang diasalkan oleh Imam Muhammad ).

2. Imam Malik bin Anas

Beliau berkata :

"
Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapatku yang sesuai dengan Al-Kitab dan Sunnah, ambillah dan setiap perkataanku yang menyimpang dengan Al-Kitab dan Sunnah, tinggalkanlah." (Ibnul Abdilbar dalam Al-Jami’, 2/32, dan Ibnu Hizam dalam Ushulul Ahkam, 6/149 dan demikian pula Al-Fulani, ms.72)

"
Tidak ada seorang pun setelah Nabi saw kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi sallallahu 'alaihi wasallam." (Ibnul Hadi dalam Irsyadus Salik, 227/1, Ibnu Abdilbar dalam Al-Jami’, 2/91, dan Ibnu Hazm dalam Ushulul Ahkam, 6/145 dan 179 dari perkataan Al-Hakam bin Uthaibah dan Mujahid. Taqiyuddin mengeluarkan dalam Al-Fatawa 1/48)

3. Imam Syafi’i. (Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i)

Inilah nasihat beliau tentang taqlid : "Setiap pendapatku yang menyalahi hadis Nabi saw. maka hadits Nabi sallallahu 'alaihi wasallam itulah yang wajib diikuti, dan janganlah kalian taqlid kepadaku." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, Abu Nu’aim dan Ibnu ‘Atsakir 15/10/1)

"Apabila kalian dapati di dalam kitabku, pendapat-pendapat menyalahi Sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam, peganglah Sunnnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dan tinggalkan pendapatku.
" Dalam riwayat lain beliau berkata : "Ikutilah Sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. dan janganlah kalian menoleh kepada pendapat sesiapapun". (Riwayat al-Harawi, Abu Nu’aim fil Hilyah / lihat Sifat Solat Nabi ms. 28 oleh al-Albani).


"Setiap masalah yang sudah sahih hadisnya dari Rasulullah menurut para ulama hadis, tetapi pendapatku menyalahi hadis yang sahih, maka aku ruju’ (menarik semula) dari pendapatku dan aku ikut hadis Nabi sallallahu 'alaihi wasallam yang sahih baik ketika aku masih hidup maupun sesudah wafatku.
" (Al-Harawi 47/1, Ibnul Qayyim dalam I’lamul Muwaqqi’in, 2/363).

"
Kaum muslimin sudah sepakat bahawa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah maka tidak halal meninggalkannya kerana taqlid kepada pendapat seseorang." (Ibnul Qayyim 2/361 dan Al-Fulani ms.68)

"
Apabila hadis itu sahih, maka dia adalah mazhabku." (An-Nawawi dalam Al-Majmu’, Asy-sya’rani, 10/57, Al-Fulani, ms.100)

4. Imam Ahmad bin Hambal


"
Janganlah kalian taqlid padaku dan jangan pula kalian taqlid kepada Imam Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, tetapi ambillah dari mana mereka mengambil (yakni al-Quran dan hadis)." (Ibnul Fulani, 113, dan Ibnul Qayyim dalam kitab Al-I’lam 2/302).

"
Pendapat Auza’i, pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar." (Ibnul Abdilbar dalam Al-Jami’, 2/149).

"
Barangsiapa yang menolak hadis Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam, maka sungguh ia telah berada di tepi kehancuran." (Ibnul Jauzy ms.182).

Amat jelas perkataan mereka, dan amat jelaslah kedustaan yang dibuat oleh para muqallid (orang yang taqlid) yang membolehkan taqlid buta kepada salah seorang dari mereka. Perhatikanlah, kesemua Imam-imam itu tidak ingin ditaqlidi. Semua mereka menyarankan agar kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dibenarkan orang-orang yang mengikuti mereka mengambil pendapat mereka tanpa dalil disebabkan keempat imam mazhab itu memiliki dalil-dalil, dan diantara dalil-dalil itu terdapat dalil yang sahih dan ada pula yang lemah (dha'if), maka ambillah pendapat mereka yang lebih rajih dan sahih, dengan tidak membezakan satu imam dengan lainnya. Jika hujjah mereka berasal dari atsar yang sahih, maka wajib kita membenarkan dan memegang pendapat tersebut.

Tidak dibenarkan seseorang mengambil fatwa-fatwa hanya dari salah seorang mereka kemudian membenci pendapat Imam yang lain. Atau seseorang mengambil fatwa dari ulama-ulama sementara dia tidak mengetahui hujjah atau dalil dari ulama tersebut. Yang benar adalah kita mengikuti setiap pendapat yang kita terima dari Imam-imam Ahlus sunnah wal Jama'ah baik dari empat Imam Mazhab ini atau pun dari imam-imam yang lain dengan merujuk kepada Kitabullah, As-Sunnah serta atsar dari sahabat. Wallahua'lam.

Sumber:  http://wahabiah.blogspot.com/

Anda mungkin juga meminati:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...